Sudah banyak pertanyaan dan jawaban tentang kenapa kalau kita beli nasi
padang dengan dibungkus isinya jauh lebih banyak daripada kalau kita
makan ditempat?
Jawaban paling populer adalah karena dengan dibungkus, si penjual tidak
perlu repot mencuci piring dan mengurangi biaya sabun cuci.
Jawaban yang logis, tapi cenderung dipaksakan. Dibandingkan dengan biaya
sabun, kalau dihitung-hitung, biaya nasi lebih jauh lebih besar. Ini
tentu bertentangan dengan apa yang diketahui oleh masyrakat umum kalo
orang padang itu perhitungan (baca: pelit) .
Jawaban seperti diatas tidak lebih jawaban ngeles dari si penjual karena
mereka ngga tau sejarah asal muasal dari pertanyaan di atas. Oh iya,
anda tidak salah baca. Ada sejarah dibalik kenapa kalau beli nasi padang
isinya lebih banyak daripada makan ditempat, dan sejarah ini berawal
sejak jaman penjajahan Belanda.
Baiklah, mari kita mulai saja pembahasannya:
Di Sumatera Barat dan sekitarnya (termasuk Pekanbaru), rumah makan
disana tidaklah disebut dengan Rumah Makan Padang, melainkan RM Ampera.
Jamak ditemui rumah makan disana diawali oleh kata Ampera kemudian
barulah disusul dengan nama RM itu sendiri. Misal, RM Ampera Beringin,
RM Ampera Siti Nurbaya, dll. Ampera sendiri adalah kepanjangan dari
amanat penderitaan rakyat. Diakhir pembahasan ini akan ditemukan asal
muasal kenapa mereka menggunakan nama Ampera disini. Memang ada jenis
yang lain yaitu RM Kapau, tp kita lewati saja dulu, mungkin nanti akan
gw bahas tersendiri.
Kembali ke RM Padang tadi. Di masa penjajahan dulu, RM Padang termasuk
RM yg ekslusif, hanya kaum penjajah dan para saudagar kaya saja yang
bisa menikmati lezatnya rendang, gulai tunjang, kepala ikan kakap,
dendeng, dan kawan-kawan. Bahkan, saudagar kaya yang dimaksud disini
adalah saudagar etnis cina (No Sara, red) bukan yang pribumi.
Kenapa bisa demikian? Yah, dimasa penjajahan, daging dan beras termasuk
komoditi mahal yg rakyat tidak selalu dapat membeli. Oleh karena itulah,
harga makanan padang menjadi mahal dan seperti yg udah gw sebut diatas,
hanya para penjajah dan saudagar kaya yg bisa menikmatinya.
Dan disinilah sejarah itu dimulai, kenapa kalau beli nasi padang, isinya
lebih bayak dibungkus daripada makan ditempat. Para pengusaha RM Padang
(pastinya orang minang asli) sadar bahwa saudara-saudaranya juga layak
untuk menikmati makanan enak, terlebih lagi makanan khas daerah mereka
sendiri.
Lebih jauh lagi, mereka para pengusaha ini juga sadar, banyak dari
saudara mereka bekerja sebagai buruh kasar untuk para penjajah dan
saudagar kaya yang makan di RM mereka, dan saudara mereka ini
membutuhkan tenaga dan gizi yg cukup untuk tetap selalu sehat dan
bekerja menafkahi keluarga mereka masing-masing.
Entah siapa yang memulai, di suatu waktu, para pengusaha RM ini
memberlakukan peraturan baru. Jumlah nasi yang dibeli dengan dibungkus
isinya akan jauh lebih banyak daripada makan ditempat. Biaya makan
ditempat dibebankan kepada para penjajah dan para saudagar kaya dan
biaya makan dibungkus untuk para buruh dan para pribumi lain. Inilah
yang dijaman modern disebut subsidi silang.
Kebijakan ini oleh para pengusaha disebut dengan Ampera alias Amanat
Penderitaan Rakyat. Inilah asalnya kenapa RM Padang di Sumatera Barat
sana disebut dengan RM Ampera. Spirit Ampera ini seperti yang kita
lihat, masih terbawa sampai detik ini bahkan sudah menyebar diseluruh
Indonesia. Tentu saja, nyaris tidak ada tempat di Indonesia ini dimana
daerahnya tidak ada RM Padang. Semua pelosok ada. Semoga spirit Ampera
ini terus ada sampai akhir jaman.
Nah, itulah alasan kenapa Jumlah nasi yang dibeli dengan dibungkus
isinya akan jauh lebih banyak daripada makan ditempat. Darimana gw tau?
Ini adalah penuturan dari salah satu pengusaha RM Padang yang kebetulan
tetangga gw di Padang sana.
Ada yg tau RM Beringin di kawasan Tabing kota Padang? Tentu, postingan
ini bukan official, jadi masih bisa diperdebatkan kebenarannya. Tapi
terlepas dari apakah ini hoax atau real, semoga kita bisa mengambil
hikmahnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar